10.06.2015

Diare berujung ISK

Halo. Bersua lagi setelah hampir satu tahun dari posting saya sebelumnya. Namanya juga udah ibu-ibu, kerja full time pula, jadi maklumin aja deh ya kalo ga pernah ngeblog. Kalo ada waktu luang sih mending tidur atau main sama si bocil.

Sebenernya ini cerita dari Desember 2014. Karna ga tau mau nulis apa. Saya ceritain itu aja ya. Jadi, semuanya berawal dari saya yang diare selama 5 hari, seumur-umur, baru kali itu pupita sampe berdarah-darah, yang efeknya ga tau kenapa bisa sampe nularin Arman satu minggu setelah saya sembuh. Padahal udah jauh-jauh dan cuci tangan yang bersih tapi kok ya bisa ketularan mencri-mencri itu anak. Itulah kali pertama Arman sakit, udah pasti dong kami panik luar biasa. Kayanya baru kemaren napas lega setelah bocahnya nginep di NICU. Awalnya kami bawa Arman ke klinik 24 jam dekat rumah tapi 12 jam kemudian bocahnya muntah-muntah terus dan tampak lemah tak berdaya *huhuu serumah pun lemah karena kurang tidur* akhirnya Arman kami bawa ke rumah sakit.

Begitu di rumah sakit, kami nunggu dulu di UGD sambil nunggu hasil lab feses dan urin. Setelah itu kami pindah ke ruang perawatan, itupun pake ada drama si nenek *ibu saya* yang marah-marah dulu karena kamarnya panas dan sekamar dengan pasien yang lagi batuk. Akhirnya Arman kami pindahin ke kamar VIP. Ada harga-ada rupa pun berlaku dalam hal pelayanan, dari yang sebelumnya perawat Kelas III jutek dan ketus luar biasa berubah menjadi perawat VIP yang super ramah dan siap melayani kapan saja. Padahal kami di Kelas III cuma sejam loh! Pret ah! Kasihan orang yang ga mampu kalo gitu, pelayanannya dihargai dari koceknya. *sigh* Begitu masuk kamar perawatan saya baru dikasih tau kalo anak diare harusnya minum sufor yang bebas laktosa. Lhaa bisa jadi obat dari klinik 24 jam ga manjur karena Arman masih saya kasih sufor biasa. Soalnya begitu dikasih sufor bebas laktosa diarenya langsung berhenti dong!

Eitsssss... dramanya belum selesai. Setelah hasil labnya keluar, untuk fesesnya ternyata ga ada infeksi bakteri *fyuuh berarti diarenya bukan karna ketularan gua* mungkin Arman diare karena perutnya lagi adaptasi pemberian mpasi dan gejala minor dari ISK (Infeksi Saluran Kemih). Meskipun fesesnya negatif ada bakteri tapi dari hasil tes urinenya ditemuin bakteri. Sebelum memutuskan untuk melanjutkan perawatan ISK, saya cari second opinion ke dokter lain. Dengan pertimbangan buruknya pelayanan rumah sakit tersebut jadi saya udah suudzon aja perawatannya dilama-lamain sama dokternya.

Sambil tanya, saya sambil browsing juga. Karna masih dalam keadaan panik, informasi yang saya dapet jadi tidak maksimal. Akhirnya, kami lanjutkan rawat inap untuk penanganan ISK. Gejala ISK sendiri tidak spesifik, untuk bayi dan balita gejalanya bisa berupa demam, rewel, diare, dan sering mengompol. Untuk memastikan ISK atau bukan harus dilakukan tes urine. Pengobatannya hanya dengan pemberian antibiotik, bisa melalui infus atau oral. Kalau tidak ditangani sejak dini, ISK bisa berujung gagal ginjal saat dewasa *amit-amit*

Hasil tes urine Arman menurut saya agak janggal, karena tidak diberi tahu jumlah koloni bakteri dan jenis bakterinya. Untuk pengambilan sampel urine secara langsung, baru positif ISK kalau jumlah bakterinya >10.000 bakteri. Terkecuali kalau sampel urinenya diambil dengan kateter, Berapapun jumlahnya sudah dbisa dipastikan itu ISK. Lalu, untuk pemberian antibiotik infus atau oral dilihat lagi dari gejalanya, kalau gejalanya cukup parah harus diinfus, kalau tidak cukup pemberian antibiotik oral aja. Waktu itu, dokter ngotot untuk ngasih antibiotik melalui infus alasannya karena antibiotik infus lebih efektif karena langsung masuk ke pembuluh darah. Oke, make sense sih alasannya. Tapi kami putuskan untuk stop rawat inap di hari ketiga, karena (1) Arman udah sehat dan ceria sampe narik selang infus dan mengakibatkan darah mancur dari pergelangan tangannya (2) Kami *yes, saya dan suami cuti buat nemenin Arman* udah bosen di rumah sakit. Akhirnya, kami minta antibiotik oral aja buat melanjutkan membasmi bakteri-bakteri itu. 

Kesimpulan dari kejadian ini adalah:
1. penting banget punya kenalan dokter biar kita punya second opinion.
2. bayi diare hanya boleh minum asi atau susu formula bebas laktosa (susu hypoallergenic)
3. diare pada bayi yang baru mulai mpasi itu sesuatu yang normal (baca di sini)
4. tidak ada gejala spesifik pada ISK (baca lebih lanjut tentang ISK di sini dan sini)
5. boleh banget curiga sama rumah sakit dalam hal lamanya perawatan. semakin lama pasien dirawat, rumah sakit makin untung dong. hal ini terutama untuk pasien yang pakai asuransi ya.


waktu itu Arman dirawat di RS J** (di Jaksel ga jauhlah dari Pejaten Village.. ketebak kan...) dengan Dr. U***** M. (dan ada juga lho blog lain yang ngasih review negatif tentang dokter tersebut)